Pages

Kamis, 19 Desember 2013

KRIPIK BIDUAN (BIJI DURIAN)



Komposisi  :

- Biji Durian
- Garam
- Perasa
- Bumbu 2

Harga     : Rp 15.000/pack

Senin, 20 Mei 2013


“HADITS MEMULIAKAN TAMU”
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Hadist
Dosen Pengampu :


logo


Disusun oleh:
NURVIYATI                                     (111111010)


BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


I.                        PENDAHULUAN
Dalam Rangka berinteraksi social dan bersilaturrahmi, setiap orang akan saling mengunjungi, bertamu, dan menerima tamu. Bahkan, Allah Swt. Akanmenjadikan orang yang memuliakan tamu sebagai orang yang beruntung. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 9 yang artinya : “ Dan mereka tidak menaruhkeinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan . dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Memuliakan tamu adalah kewajiban semua muslim bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji.Lalu bagaimanakah kita harus menyambut tamu seperti yang di ajarkan oleh nabi kita muhammad SAW.
Sudah dijelaskan di atas bahwa memuliakan tamu adalah kewajiban bagi kaum muslim, namun kenyataannya banyak orang islam tidak menghormati tamu yang datang ke rumahnya, faktor egois atau yang lainnya mempengaruhi. Padahal Nabi sendiri tidak mengajarkan itu, malah nabi mengajarkan kita untuk menghormati  dan memuliakan tamu yang berkunjung kepada kita karena itu adalah hal yang dapat mempererat persatuan ummat. Oleh karena itu mari kita belajar dari nabi untuk memuliakan tamu.
Memuliakan tamu, di antaranya dapat dilakukan dengan memberikan senyuman dan sambutan yang ramah serta menyenangkan. Bahkan, jika tuan rumah memiliki Rezeki, tamu dijamu dengan baik. Selain itu, jika tamu dating dari jauh, tawarkan untuk menginap di rumah. Perlakukan tamu dengan sopan, meskipun tamu tersebut tidak membuat perjanjian terlebih dahulu atau datang secara mendadak (Bachrul, Ilmy,2008 :104).Dalam makalah ini, akan membahas hadist memuliakan tamu serta adab memuliakan tamu.
II.                     HADIST MEMULIAKAN TAMU





III.                  ASBABUL WURUD
Ketika Allah melihat salah satu bentuk, dimana Allah Swt memperlihatkan kepada hamba-hamba Nya bahwa Allah melihat semua perbuatan yang terkecil sekalipun. Maka disaat itu datanglah tamu kepada Sang Nabi saw dan Sang Nabi saw tidak bisa menjamunya karena tidak ada makanan. Rasul tanya pada istrinya“punya makanan apa kita untuk menjamu tamu ini?”, istri Nabi saw menjawab “tidak ada, yang ada cuma air”.Maka Rasul berkata “siapa yang mau menjamu tamuku ini?”  Satu orang anshar langsung mengacungkan tangan “aku yang menjamu tamumu ya Rasulullah”. Kemudian sahabat itu membawa tamu rasul itu  ke rumahnya, sampai dirumah mengetuk pintu dengan keras hingga istrinya bangun. “Kenapa suamiku? kau tampak terburu-buru”. “akrimiy dhaifa Rasulillah,kita dapat kemuliaan tamunya Rasulullah. Ayoo.. muliakan, keluarkan semua yang kita miliki daripada pangan dan makanan, semua keluarkan. Ini tamu Rasulullah bukan tamu kita, datang kepada Rasul, Rasul saw tidak bisa menyambutnya. Rasul tanya “siapa yang bisa menyambutnya?”, aku buru - buru tunjuk tangan, ini kemuliaan besar bagi kita.” Istrinya berkata “suamiku, makanannya hanya untuk 1 orang. Tidak ada makanan lagi, itu pun untuk anak- anak kita. 2 orang anak- anak kita hanya akan makan makanan untuk 1 orang, kau ini bagaimana menyanggupi undangan tamu Rasul? kau tidak bertanya lebih dulu? apakah kita punya kambing, punya ayam, punya beras, punya roti, jangan main terima sembarangan!” Maka suaminya sudah terlanjur menyanggupi “sudah kalau begitu anak kita tidurkan cepat- cepat, matikan lampu agar anaknya tidur”. “belum makan, suruh tidur jangan suruh makan malam, biar saja”.
Di tidurkan anaknya tanpa makan. Lalu tinggal makanan yang 1 piring untuk 1 orang, “ini bagaimana? tamunya tidak mau makan kalau hanya ditaruh 1 piring kalau shohibul bait (tuan rumah) tidak ikut makan karena cuma 1 piring makanannya”. Suaminya berkata “nanti sebelum kau keluarkan piringnya, lampu ini kau betulkan lalu saat makan tiup agar mati pelitanya, jadi pura- pura lampu mati. Taruh piring, silahkan makan dan kita taruh piring kosong di depan kita, tamu makan kita tidak usah makan tapi seakan “ akan makan dan tidak kelihatan lampunya gelap”.
Maka tamunya tidak tahu cerita lampunya mati, pelitanya rusak, tamunya makan dengan tenangnya, nyenyak dalam tidurnya, pagi-pagi shalat subuh kembali kepada Rasul saw “Alhamdulillah ya Rasulullah aku dijamu dengan makanan dan tidur dengan tenang”. Rasul berkata “Allah semalam sangat ridho kepada shohibul bait (tuan rumah) yang menjamumu itu” (shahih Bukhari).
Allah tersenyum, bukan Allah itu seperti manusia bisa tersenyum tapi maksudnya Allah sangat sayang dan sangat gembira. Dengan perbuatan itu Allah sangat terharu, bukan terharu karena tamunya saja tapi juga karena shohibul bait berucap. “akrimiy dhaifa Rasulillah” muliakan tamu Rasulullah. Ini yang membuat Allah terharu, untuk tamunya Rasulullah rela anaknya tidak makan, tidur semalaman dalam keadaan lapar untuk memuliakan tamunya Rasulullah saw. (www.geocities.com/dmgto/mabhats201/tamu.htm - 22k)
IV.                  ARTI HADIST MEMULIAKAN TAMU
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka janganlah ia menyakiti tetangganya, dan barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia muliakan tamunya, dan barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam”. (Imam Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, 1993:119).
V.                     SUBTANSI HADIST
Mengenai hadist ini, jika ditinjau dari kualitas hadist, sudah tentu bisa dikatakan hadist shohih, karena diriwayatkan oleh imam Bukhori dan imam muslim. Mengapa dapat kami katakan demikian? Karena dikalangan ummat islam sudah sangat familiar dikenal bahwa hadist yang masuk dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam bukhori dan imam muslim adalah hadist shohih, karena telah melalui proses penyaringan yang sangat ketat.
Pada hadist yang diriwayatkan oleh imam turmudzi, bisa dikatakan bahwa hadist ini shohih, ditinjau dari segi  bahwa ia adalah perawi pada masa ulama hadist mutaqodimin, yakni setara dengan perawi hadist yang terkenal seperti imam bukhori dan muslim, juga yang lainnya. Selain itu juga ia pernah berguru pada imam tersebut (Ahmad najieh : 107).
Atau bisa juga disebut hadist hasan, karena pada riwayat lain dikatakan bahwa pada pasal hadist hasan, Disebutkan bahwa sunan al-tirmidzi adalah induknya hadist hasan (akhmad sutarmadi,1998:61).
Kalimat “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”, maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanan nya itu) menyelamatkan nya dari adzab Allah dan membawanya mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badan nya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا ﴿36
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya”. ((QS. Al Isra’ : 36)
Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu bersumber pada empat Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila seseorang ingin berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia diberi pahala. Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak, hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah”. Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia.
Kalimat “hendaklah ia memuliakan tetangganya…………maka hendaklah ia memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan berbuat baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya”.
Pengarang kitab Al Ifshah mengatakan : “Hadits ini mengandung hukum, hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu ibadah yang tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang kaya atau yang lain. Juga anjuran untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang ada pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara segera menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang mudah dilakukannya tanpa memaksakan diri”. (http// syarah hadist arba’in an-nawawihadits ke-15 berkata baik atau lebih baik diam, serta memuliakan tamu).
Selanjutnya ia berkata : Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” , menunjukkan bahwa perkatan yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada berkata buruk. Demikian itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya menggunakan kata-kata “hendaklah untuk berkata benar” di dahulukan dari perkataan “diam”. Berkata baik dalam Hadits ini mencakup menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya dan memberikan pengajaran kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik dari semuanya itu adalah menyampaikan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.
VI.  Kontekstualisasi dengan masa sekarang
Zaman sekarang, banyak terjadi penggeseran tempat dan makna dalam kandungan hadist. Tidak semua orang dapat melakukanya ajaran-ajaran yang telah dilakykan Nabi Muhammad Saw. Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu.Dalam hadist di atas membagi pembahasan dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.
Adab Bagi Tuan Rumah
1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik.
6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib (‘abdul ‘aziz, Nada bin Fathi as-sayyid. 2007: 151).
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.”(HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad).Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya
13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah(‘abdul ‘aziz, Nada bin Fathi as-sayyid. 2007: 152).
Adab Bagi Tamu
1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.
3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka
5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ
“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)
6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.
7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan.
8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah,
9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian!Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu,
11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa :
اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي
“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)
اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah(‘abdul ‘aziz, Nada bin Fathi as-sayyid. 2007: 153).
VII. KESIMPULAN
Dalam kesimpulan, kami mencoba menarik sebuah analisa bahwa memuliakan tamu adalah hal yang dianjurkan oleh setiap muslim, ini dapat kita tarik dari asbabul wurud hadist yang telah kami ceritakan, walaupun kita tidak mempunyai apa-apa, namun kita harus tetap memuliakan tamu yang hadir di rumah kita.
Selain itu juga, sandaran kita untuk memuliakan tamu sudah di tentukan pada hadist dan juga al-Quran, dimana kita harus mengikuti itu sebagai pedoman bagi setiap muslim.

VIII. PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.Semoga bermanfaat. Amin











DAFTAR PUSTAKA

‘abdul ‘aziz, Nada bin Fathi as-sayyid. 2007. Ensiklopedi Adab Islam menurut al-qur’an dan as-sunnah, Jakarta: pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Abdullah, Imam,Muhammad, bin Ismail Al Bukhari.  1993. Tarjamah Shahih Bukhari, Semarang :CV. Asy-syifa'
Ahmad najieh.  323 hadist dan syair untuk bekal dakwah.jakarta: pustaka amani.
Ilmy,Bachrul.2008. Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Multi Printindo Persada.
sutarmadi, Akhmad dan Al Imam Al-Tiridzi,1998. Peranannya Dalam Pengembangan Hadist Dan Fiqh.  jakarta: logos.
(www.geocities.com/dmgto/mabhats201/tamu.htm – 22kdiunduh pada kamis, 2 mei 2013 pkl. 19.45 Wib)
(http// syarah hadist arba’in an-nawawi hadits ke-15 berkata baik atau lebih baik diam, serta memuliakan tamu diunduh pada kamis, 2 mei 2013 pkl. 19.55 Wib)       



Minggu, 16 Desember 2012

DRAFT MAKRO BIMBINGAN DAN KONSELING


DRAFT MAKRO TEKHNIK BIMBINGAN KONSELING

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Gasal
Mata Kuliah : Teknik dan Manajemen Bimbingan Konseling Islam

Dosen Pengampu : Anila Umriana , M.Pd


images_002



Disusun Oleh :
NURVIYATI 111 111 010

BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO (IAIN)
 SEMARANG
2012





















IDENTITAS KLIEN

NAMA                                                : Nur Winda Sari, S.Pd.
TEMPAT TANGGAL LAHIR          : Pati, 28 November 1988
JENIS KELAMIN                             : Perempuan
UMUR                                                : 26 Tahun
AGAMA                                             : Islam
TINGKAT PENDIDIKAN               : RA Nurul Hidayah                                       ( 1993 )
  SD N 02 Tayu Wetan                                   ( 1999 )
                                                              SMP N 01 Tayu                                            ( 2003 )
                                                              SMA N 01 Tayu                                           ( 2006 )
                                                              S1 UNNES Semarang                                  ( 2010 )
PEKERJAAN                                     : Guru Swasta
ALAMAT                                           : Desa Tayu Wetan Rt.03 Rw. 02 Kec. Tayu Kab. Pati
DESKRIPSI MASALAH                  : Seorang klien bernama winda berprofesi guru swasta. Menikah sudah 2 tahun, orangtuanya selalu mendesak untuk ingin segera diberika cucu. Winda sudah berusaha semaksimal mungkin.tetapi, masalahnya dengan suami. Suami winda selalu menolak jika di ajak untuk berobat yang tradisional. Winda sangat merasa bersalah dengan kedua orang tua dan keluarganya. Winda bingung, bagaimana lagi cara yang harus ditempuh untuk cepat bisa mengaBulkan keinginan orang tuanya khusunya.




















Pelaku
Percakapan
Tekhnik
Klien
“Tok, Tok,Tok” (mengetuk pintu) “Assalamu’alaikum”

Konselor
“Wa’alaikum Salam Wr. Wb.” (Menghampiri, MemBukakan Pintu, dan Berjabat tangan)
“Mari, Silahkan masuk, Silahkan duduk Bu !”
Attending
Klien
“Iya Bu, terimakasih.”

Konselor
“Bagaimana Kabar Anda?”

Klien
“Alhamdulillah, Sehat Bu.walaupun saya dalam proses menghadapi cobaan dari Allah. Maka dari tu saya ingin Ibu membantu dalam masalah saya ini.”

Konselor
“Syukurlah kalau begitu. Baiklah, saya akan coba membantu anda. Tetapi, sebelum kita mulai membicarakan masalah anda, perlu Anda ketahui, bahwa saya pkl. 17.00 WIB. ada acara di luar. Dan sekarang sudah menunjukkan pkl.15.50 WIB.berarti kita hanya punya waktu kurang lebih 70 menit. Kalau memang nanti belum selesai, kita lanjutkan di lain waktu ya.”
Structuring ( time limit )

Klien
“Baiklah Bu, tidak apa-apa.”

Konselor
“Masalah apa yang ingin anda sampaikan terebih dahulu?”

Klien
“Begini Bu, saya menikah sudah 2 tahun ini, tetapi sampai sekarang ini belum dikaruniai anak. Orang tua saya selalu menuntut saya untu segera hamil.”

Konselor
“Lalu , , ,”
Dorongan minimal
Klien
“Orang tua saya selalu menuntut cucu dari anak saya. Wajar saja, karena saya memang anak pertama beliau, jadi ya mereka ingin sekali menimang cucu pertamanya.”

Konselor
TAmpaknya, Anda sedang dalam tekanan”
Parafrase
Klien
“Iya Bu, kami sudah berdo’a dan berusaha siang dan malam. Kami sudah berusaha untuk  periksa ke dokter. Tetapi tidak ada masalah tentang hormon dan gen kami terkait  hal itu.”

Konselor
“Apa ada hal lain yang pernah Kalian lakukan selain ke dokter?”

Klien
“Saya sudah melakukan semuanya Bu,
Ehm, , , (wajah kusut, takut, dan pandangan kosong)”

Konselor
“Anda mengatakan sudah melakukan semuanya? Nampaknya, bertentangan dengan yang saya lihat dan dengarkan.”
Konfrontasi
Klien
“Jujur saja Bu. Kami belum mencoba dengan perobatan non medis / tradisional itu. Saya takut untuk menyampaikan dengan suami saya. Saya tahu, bahwa Suami saya bukan tipe orang yang seperti itu.”

Konselor
“Terus , , ,”
Dorongan Minimal
Klien
“Saya ingin minta nasihat Ibu, apa yang harus saya lakukan? Saya bingung mengenai hal ini Bu.”

Konselor
Anda meminta saya memberikan nasihat? Tetapi maaf, saya tidak bisa memberikan nasihat sesuai keinginan Anda. Jadi, marilah kita cari solusi jalan keluar bersama sama.
Structuring ( Role limit )

Klien
“Iya Bu, lantas bagaimana? Orang tua saya selalu menuntut saya, saya ingin mengajak suami saya mencoba cara tradisional. Cukup itu dulu yang saya inginkan Bu.”

Konselor
“Apa Anda sudah mencoba menyampaikan pada suami Anda?”

Klien
Belum Bu…..karena saya takut mengutarakannya

Konselor
“Anda tadi mengatakan bahwa suami Anda bukan tipe mengenai pengobatan tradisional. Apakah dengan cara seperti itu merupakan siasat Anda untuk selalu berusaha? Bagaimana menurut anda?”
Interpretasi
Klien
“Iya Bu, Apa salahnya berusaha dan mencoba?”

Konselor
“Ya, ya, ya, , , Saya dapat merasakan apa yang Anda Rasakan.”
Empati
Klien
Saya tidak tahu apakah saya berani  menyampaikan mengenai hal itu dengan suami saya. Tetapi saya harus beranikan diri,  supaya bisa terlaksana.”
Eksplorasi
Konselor
Tampaknya anda telah mengetahui apa yang harus anda lakukan terlebih dahulu.”
Refleksi
Klien
“Mungkin dengan menyampaikan sebab dan alasan mengenai pengobatan tradisional akan memberikan jalan atas usaha kami Bu. Kami akan mencoba dengan hal itu dulu.”

Konselor
Bagus ,saya yakin usahamu itu pasti berhasil. Dan suami Anda akan mengerti apa yang Anda maksudkan. Dan orang tua anda mulai mengerti keadaaanmu.”
Penguatan Prediksi
Klien
“Amin, semoga saja Allah mendengar  Do’a itu. Terima kasih Bu.”

Konselor
“Baiklah, sebagai kesimpulan akhir pembicaraan kita tadi. Dapat saya kemukakan bahwa Anda tertekan dengan tuntutan orang tua anda mengenai keturunan.”
Summary Akhir/keseluruhan
Klien
“Iya Bu, terimakasih banyak Anda telah membantu dan meluangkan waktu untuk saya. Kalau begitu, saya permisi dahulu Bu.”

Konselor
“Iya sama – sama.” (Berjabat tangan dan mengantarkan keluar)
Attending
Klien
“Assalamu’alaikum Wr. Wb.”

Konselor
“Wa’alaikum Salam Wr. Wb”



























 

Blogger news

Blogroll

About